Utang-utang pemerintah ke BUMN ini, kata Didu, bisa dilihat dari pembayaran subsidi yang tertunggak seperti ke PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), dan Pupuk Indonesia. “Ini yang saya istilahkan menyembunyikan utang di bawah karpet,” katanya.
Ia memaparkan di 2012 utang BUMN masih Rp 2.654 triliun, lalu melesat jadi Rp 4.825 triliun di 2017 dan membengkak jadi Rp 5200 triliun di 2018.
Menurut Didu, dua utang yang membuat nilai membengkak adalah Inalum untuk akuisisi PT Freeport Indonesia dan Semen Indonesia untuk Holcim.
Berdasar data Kementerian BUMN dengan komisi VI DPR pada 3 Desember lalu, hingga akhir September 2018, total utang BUMN di Indonesia mencapai Rp 5.271 triliun. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 3,311 triliun disumbang dari BUMN sektor keuangan, dengan komponen terbesarnya berupa dana pihak ketiga (DPK) perbankan yang mencapai 74% dari total utang.
(cnbcindonesia.com)